Kamis, 29 Oktober 2015

Anjangsana ke warga Suku Sasak Sade Lombok NTB

Sengaja nih judulnya anjangsana, macam Ibu2 PKK ya ? Ini terinspirasi oleh teman jalan2 kami Mas Ifan Padja, dia masih muda, jika lihat umurnya cucok jadi anak saya lah, makanya ketika foto jalan2nya di pajang di fb-nya, teman2 Mas Ifan nanya, jalan sama siapa aja lo Fan ? Dia jawab, sama ibu2 PKK niiihhh,,,,xixixixi,,,langsung saya komen duluan, jiah Ibu2 PKK mana tuh mas Ifan ? Akhirnya dia ralat, bukan ibu2 PKK deh bu, tapi Emak2 gaul,,,bhahahahah,,,podho wae mas Ifan, judulnya sama2 udah tua,,,

"Aq rapopo mas Ifan,,yang penting happy,," Dan sekarang kita coba mengamati budaya saudara2 kita di NTB sana, yang dalam kesehariannya masih mempertahankan budaya yang di wariskan nenek moyangnya. Masih menggunakan sarung dan ikat kepala khas seperti ikat kepala Bali. Ya,,,dahulu salah satu kerajaan di Lombok menjadi jajahan kerajaan Karangasem Bali, itulah sebabnya budaya Bali masih melekat disini.  Rumahnya masih terbuat dari ijuk, bahkan atapnya terbuat dari daun alang2 kering. Dialah saudara kita Suku Sasak Sade di desa Rembitan Lombok.

Hampir 80% warga Lombok adalah Suku Sasak ini, namun tersebar di berbagai daerah di Lombok Barat, Tengah, Timur Lut dan Tenggara yang masing2 dialeknya bahasanya berbeda-beda. Kalau Suku Sasak Sade adanya di Lombok Barat. Desa Sade sudah dijadikan desa wisata karena kriterianya memenuhi persyaratan sebuah desa wisata.

Untuk masuk ke perkampungan Suku Sasak Sade kita hanya ngasih sumbangan seikhlasnya, dengan mengisi buku tamu, yang ini biar urusan yang punya gawe yah,,,Mas Deffa dan Mas Dimas tuh yang maju.

Sesudah isi buku tamu, kami dipersilahkan ngumpul di halaman salah satu rumah warga, untuk mendapat penjelasan seputar kebudayaan dan adat istiadat Suku Sasak Sade ini. Yang paling nyantol di kepala adalah, bahwa di sana ada adat Kawin lari (Merariq/Besebo). Di sana, mencuri untuk menikah lebih kesatria dibandingkan meminta kepada orang tuanya. Namun gadis itu tidak boleh dibawa langsung ke rumah lelaki, tetapi harus dititipkan ke kerabat laki-laki. Setelah sehari menginap pihak kerabat laki-laki mengirim utusan ke pihak keluarga perempuan sebagai pemberitahuan bahwa anak gadisnya dicuri dan kini berada di satu tempat tetapi tempat menyembunyikan gadis itu dirahasiakan, tidak boleh ketahuan keluarga perempuan.

Nyelabar / pemberitahuan itu dilakukan oleh kerabat pihak lelaki tetapi orangtua pihak lelaki tidak  ikut. Jika pihak wanita setuju, maka mereka dengan menggunakan baju pengantin  adat Lombok sang pengantin diarak menuju tempat orang tua si pengantin perempuan sambil berjalan kaki di arak warga, tujuannya adalah supaya warga tahu bahwa anak gadinya sudah laku.
Dan kebetulan waktu itu  kami berpapasan dengan arak2an ini, lengkaplah wisata kami ke Suku Sasak Sade.

Untuk menuju kampung Suku Sasak Sade bisa menggunakan angkot menuju Sade dari Kota Mataram, namun kalau dari bandara Praya bisa naik taksi kurang lebih 20 menit. Lokasinya ada di pinggir jalan raya antara Praya - Kuta, mudah2an untuk yang baru mengunjungi Lombok tidak akan nyasar ya,,??

Selesai dapat penjelasan, kami dipersilahkan masuk ke dalam kampung. Rumah disini sangat rapat, dan hampir setiap rumah ada alat tenunnya, rupanya menenun adalah mata pencaharian sampingan mereka dan mata pencaharian pokoknya adalah bertani. 
Alat tenunnya masih sangat sederhana, namun bisa menghasilkan tenun yang luar biasa bagusnya. Bagi masyarakat Suku Sasak, ketrampilan menenun merupakan bagian dari tradisi, di mana terdapat aturan adat bahwa seorang perempuan Sasak tidak boleh menikah jika belum bisa menenun. Umumnya para wanita Suku Sasak mulai belajar menenun pada usia 7 hingga 10 tahun. Salah satu produk kain tenun yang menjadi ciri khas Suku Sasak adalah kain songket, yang terbuat dari benang emas atau perak yang ditenun bersama benang katun atau sutra.

 
Rumah tinggal mereka disebut Bale Tani, salah satu keunikan dari Bale Tani adalah cara perawatannya. Seminggu sekali lantai Bale Tani digosok dengan kotoran kerbau yang masih baru dengan dicampur sedikit air, kemudian setelah kering disapu dan digosok dengan batu. Di dalam rumah ini tidak tercium bau menyengat dari kotoran kerbau tersebut. Menurut mereka penggunaan kotoran kerbau ini berfungsi untuk membersihkan lantai dari debu, memperkuat lantai, serta menghangatkan rumah di malam hari. Masyarakat Sasak percaya bahwa kotoran kerbau tersebut dapat mengusir serangga sekaligus menangkal serangan magis yang ditujukan pada penghuni rumah. 
Masyarakat Suku Sasak Sade menganut agama Islam, sudah ada mushola di tengah perkampungan ini, atap masjidnya sama terbuat dari alang2 kering. Yang menjadi pertanyaan, gimana cara membersihkan lantainya ? Apakah pakai kotoran kerbau juga ? Semoga tidak ya, ini yang lupa ditanyakan kemarin. 
Anak2 kecil di desa Sade sudah diperkenalkan dengan baju adatnya, mungkin inilah salah satu sebab mengapa masyarakat Sade sangat cinta dengan kebudayaan mereka dan bertahan hingga kini.

Dalam urusan masak memasak, mereka juga masih sangat sederhana, hanya menggunakan tungku api dan kayu bakar, dan kebanyakan warganya memasak di halaman belakang rumahnya. Ketika saya berada di sini, saya mencium bau ikan yang sangat menyengat, rupanya semalam habis dapat tangkapan katanya, sehingga ikannya sedang dijemur untuk dibuat ikan asin.
Kalau kesini jangan lupa beli oleh2 berupa berbagai macam souvenir seperti gelang, kalung, songkok, gantungan kunci, selain kain songket dan barang2 lain yang terbuat dari tenun.

Lumayan capai mengelilingi kampung ini kawan, karena jumlah rumah diperkirakan 170 buah, ada yang sedikit menaik juga lokasinya, jadi lumayan berkeringat kita, itung2 olah raga ya ? Tapi di rumah bagian depan sudah jual minuman2 dingin kok, jadi tidak usah khawatir kehausan.

Sampai sini dulu yaaa kawans,,,,nanti disambung cerita yang lebih heboh lagi,,,Indonesia itu luas banget kok,,,ayo jalan2 supaya mata jadi segar dan pikiran jadi terbuka,,,,Salam Jalan2 yuuuukkkkk,,,,,!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar